Kamis, 01 September 2011

Cinta dan Keluarga

Sang hujan masih saja jatuh terurai di seluruh ruang yang ada di muka bumi ini. Dingin tak tertahankan lagi ketika semua hujan berkumpul jadi satu di senja yang gelap. Membawaku ke dalam lamunan yang panjang seakan hal ini pernah terjadi memerihkan setiap rusukku. 5 bulan lalu. Ketika aku masih merasakan dekap hangat sentuhan dan bias tawanya. Merasakan apa yang lebih indah bagiku selama ini. Seakan tak ingin memaksa waktu untuk menghentikan setiap detiknya pada saat itu.
            Panggil saja aku Veby. Merasakan sebagai burung yang menginginkan kebebasan walaupun aku masih dalam sangkar yang tertutup rapat dalam jerat yang berbesi. Tuntutan dari orang tua yang memaksaku untuk menjadi pribadi yang lebih baik di 17 tahunku nanti. Mereka – mereka yang selalu mendukung aku disaat aku senang maupun susah. Tak ayal kadang aku masih memiliki sifat kekanak – kanakan yang selalu membuat mereka harus mengeluarkan ototnya untuk mendidikku.
            “ Dira! Kamu itu bisa dibilangin apa tidak, sih. Kamu ini sudah SMA, tapi masih saja dituntun terus. Tolong dong perngertian sama Ibu. “ Begitulah sekiranya apa yang selalu Ibuku bilang disaat aku mulai malas dengan apa yang ada di hidupku ini.
            Termasuk dalam hal ini adalah larangan keras bagiku untuk menjalin suatu hubungan cinta di masa – masa remaja. Entah apa alasannya mereka berfikir seperti begitu. Namun lagi – lagi Ibuku yang selalu menyangkut pautkan masa pacaran remaja dengan peristiwa – peristiwa yang ada di televisi tentang kriminalitas, pemerkosaan anak remaja jaman sekarang. Sebenarnya logis apa yang dikatakan beliau, namun tidak semua laki – laki itu seperti apa yang dikatakan berita televisi. Mereka hanya menginginkan aku menjadi seorang yang mengerti tentang arti hidup sebenarnya. Namun aku tidak bisa lagi terus berdiam diri dalam situasi seperti ini. Disaat teman – temanku semua selalu memamerkan kemesraan mereka dengan kekasihnya, membuatku iri. Perasaan jatuh cinta yang telah menjadi penyakit langganan para remaja sudah tidak wajar lagi bagiku. Aku telah mengenalnya ketika keberadaanku di suatu bimbel 1 tahun yang lalu. Tidak pernah terfikir olehku apapun itu tentangnya. Dan sempat menghilang sejenak dari hidupku.
***
            Ada yang beda dengan hari ini. Yap! Aku sudah siap mengukir pengalaman di lembar baru pada tahun 2009. Harapan dan impian yang selalu terucap setiap pergantian tahun meski kadang tidak pernah terkabul. Mimpi anak remaja yang menginginkan kebebasan untuk mencapai apa yang menjadi prioritas hidupnya di masa depan. Punya pacar, teman yang banyak, dan aktivitas yang membuatnya bisa berubah untuk melihat kedepan karena masih banyak tantangan untuk mebangun suatu keprcayaan diri. Dan semua itu bagiku masih dalam target. Perubahan dari remaja menjadi dewasa adalah tantangan terbaru di seri kehidupanku.
Disepanjang kesendirianku, aku mulai merasa kesepian yang amat sangat terasa. Seperti aku yang selalu berusaha untuk mencari cinta sejati yang bisa memahamiku kapanpun itu. Yang bisa melengkapi masa remajaku kemarin yang masih belum sempurna karena selalu ada absen tentang seorang kekasih. Sampai akhirnya aku bertemu dia lagi. Rofi. Cowok jakun yang humoris dan konyol. Kita bertemu kembali dalam suatu media Chatting. Memaksa kita untuk saling penasaran dan bertemu setelah sekian lama vacum dari bimbel kita dulu. Tentangnya kini siap datang dalam hidupku. Ternyata setelah kita bertemu dia masih satu saudara sama aku. Saudara jauh sih, bahkan silsilahnya saja aku tak pernah paham. Aku suka di dirinya yang bisa membuat aku tertawa untuk melupakan sejenak masalahku. Sifatnya yang ceplas – ceplos membuat siapapun yang ngomong sama dia tak akan merasa garing. Baik, pengertian, dan penuh dengan misteri. Seperti itulah aku memujanya. Datangnya dia di hari – hariku memberikan warna yang lain dari kesepianku selama ini. Semua keakraban ini mebawaku semakin terhanyut dalam perasaan yang lebih dari saudara biasa. Mengesampingkan hal yang lebih penting untuk bersama – sama menghadapi kehidupan remaja yang sesungguhnya. Seringnya keluar berdua, sekedar makan siang pulang sekolah pada hari Jum’at, sampai pada komunikasi kita yang tiap hari tidak pernah putus.
Aku tidak tau mengapa ada yang berbeda dengan semua ini. Dari pertemuan itu hingga akhirnya aku mulai memiliki keyakinan dengan apa yang aku rasakan sekarang. Bimbang sejenak, namun semuanya tertutup dengan perasaan yang kuragukan adanya.
“ Veby, aku mau ngomong sesuatu deh sama kamu.” Dia memulai pembicaraan ketika gerimis menemani kita makan siang di hari itu.
“ Oh ya? Apa? Kayaknya ada juga yang mau aku omongin ke kamu.” Senyumnya dan senyumku melebur menjadi satu. Indah. Gerimis itu kini menjadi serumpun hujan deras yang melebamkan permukaan jalan namun memberiku suasana yang lain dari yang lain.
“ Begitu ya? Memangnya kamu sendiri mau ngomong apa?”
“ Loh kamu dulu dong. Nanti gantian aku.”
“ Oke oke.. Mmm .... aku tahu mungkin semua ini tak baik. Tapi ..” semuanyapun terhenti sejenak. Aku melihat dalam ke matanya seperti siratan kilauan mutiara cinta yang indah. Terlalu hiperbola, Veby. Sikapnya aneh. Senyumnya masih menyimpan sebuah pertanyaan. “ Aku suka sama kamu, aku sayang kamu.”
Saat itu aku hanya bisa diam dan sempat terlintas apakah aku sedang bermimpi? Selama ini aku menunggu hal itu, karena aku pun juga merasakan hal yang sama. Gejolak di dalam hati meronta bertentangan dengan kenyataan yang ada tentang status kita. Tapi begitu sulit untuk aku luapkan kepadanya. Aku tak bisa berfikir apapun kecuali rasa senang sekaligus bingung. Namun aku memberanikan diri dan mengatakan semuanya.
“ Tapikan kita saudara. Aku takut jika suatu hari nanti aku akan kecewa dengan hubungan yang ada di antara kita. “
“ Aku tau. Kamu coba lihat diluar sana banyak orang yang menikah dengan status saudara. Dan aku janji aku akan berusaha untuk menjaga dan membuatmu bahagia. Sampai saat itu tiba.“ Begitu usaha dia untuk selalu meyakinkan aku. Meluluhkan dinding tebal dan berbaja di depan kita.
“ Aku tak tau lagi harus ngomong apa. Mungkin semua ini terasa gila. Aku harus jujur datangnya kamu disini juga memberi arti lebih buat aku. Aku juga sayang sama kamu. Tapi .... “ Aku kehabisan kata – kata lagi, semuanya berhenti di tenggorokanku.
“ Oke. Kalau kamu takut, masalah kita ini jangan sampai ada yang tahu. Biar kita juga tenang jalaninnya. Aku juga tidak mau ada orang yang tau bahwa kita ini masih saudara. “
Mengertilah, aku tidak bisa menahan air mataku. Percayalah rasa sayangku ini semata karena bahagiaku disaat aku ada di dekatmu, tapi di sisi lain, persaudaraan kita seakan – akan membebani setiap langkahku. Semua akan tau tentang ini suatu esok yang kelam, dan apa jadinya aku nanti? Aku belum menyadari kalau aku sekarang benar – benar pacaran dengan saudaraku sendiri. Biarlah waktu yang mengajarkanku untuk berfikir kedepan dan menyadari bahwa yang telah terjadi akan menjadi teka teki setip detik esok, lusa, dan seterusnya.
Terik matahari dan kedipan bintang – bintang di tiap hariku terus aku lalui dengan kebahagiaan. Seakan waktu tak memberiku ruang untuk berhenti tersenyum dan tertawa saat bersama dia. Hari yang berharga di perjalananku adalah ketika aku mendapatkan kesempatan dari Tuhan untuk menambah umurku di tahun ini. Sweet seventeen .... Orang tua yang selalu ada dalam setiap kecupan cintanya untukku. Teman – teman dalam senyumnya yang menghangatkan mimpi, kakak, adik dan semuanya ikut bahagia. Terkadang aku menangis karena tidak menyadari arti dari keistimewaan ini. Aku tak mau menjadi tupai yang bodoh yang tidak mensyukuri keindahan ini. Special thanks for my love, dia ada saat itu. Seorang kekasih dalam 17 tahunku.
Rahasia besar ini masih terus aku jaga. Hanya beberapa dari sahabatku yang tau tentang hubungan ini. Bahkan aku sampai tidak menyadari suatu saat nanti pasti akan datang dimana kita harus berpisah. Dan hampir satu bulan lebih aku meninggalkan 17 tahunku kemarin dengan perasaan diantara aku dan dia semakin rapat dan erat ku rasakan. Janji – janji yang selalu terucap disaat kita bersama seakan menyingkirkan takdir yang telah ada. Aku tak akan berlebihan untuk menceritakannya. Hingga pada satu detik yang telah dijanjikan oleh sang waktu, hal itu datang. Apa yang selama ini aku khawatirkan dan apa yang selalu aku tangisi kenyataannya.
Hey ... Kamu lagi ngapain?
Suaranya yang selalu mengeringkan seluruh air mataku dalam dinginnya hujan berpetir tajam petang itu. Walau hanya lewat sapaan manja di telefon.
Hey ... Aku lagi mikirin kamu.Hehehe ..
Aku juga. Udah lama kita tidak ketemu. Kamu masih tidak boleh keluar sama orang tuamu?
Aku tidak tau kenapa bapak sama ibu begitu keras sama aku. Sebenarnya aku tertekan dengan semua ini. Aku pengen kaya anak – anak yang lain yang bisa nikmatin indahnya masa remaja yang sesungguhnya. Bisa jalan bareng sama kamu, makan – makan lagi, berangan yang panjang, dan bermimpi.
Ya udahlah .. jangan ditentang. Tidak akan menjadi lebih baik. Veby, aku rasa akhir – akhir ini hubungan kita semakin menjauh. Ada hal yang berbeda. Aku juga tidak pernah mengira ini bakal terjadi sama kita.
Maksudnya? Aku fikir, semua baik – baik saja. Apa karena orang tuaku yang buat waktu kita ketemu sangat minim? Maksudnya apa, sih? Jelaskan coba! Jangan buat aku tambah mikir, deh.
Dengerin aku dulu. Tadi mamaku baru pulang dari rumah tante. Tiba – tiba aja dia tanya ke aku, apa bener aku ini pacaran sama kamu? Aku cuma bisa diam saat itu, By. Aku juga tak habis fikir darimana dia tau tentang semua ini. Kata – kata yang diucapkan mamaku tadi serasa tidak bisa aku dengerin. Dia meminta kita untuk mengakhiri hubungan ini karena status kita. Apa kata yang lain jika mereka tau kita pacaran?? Apa kamu tidak berfikir siapa nanti yang akan malu, keluarga kita sendiri kan? Aku mohon mengertilah.
Maksud kamu kita putus? Iya? Apa harus sekarang, Fi! Bagaimana dengan aku. Aku terlalu sayang sama kamu ...
Aku masih hafal jelas apa yang terjadi saat itu. Air mata yang menetes tak bisa aku hentikan lagi. Aku belum siap menghadapi semua ini. Semuanya terjadi secara tiba – tiba dan tak pernah aku fikirkan sebelumnya. Perih di sini, di dalam setiap pekat nafas yang sulit aku rasakan, di hadapku ini yang telah menjadi nyata, di palung hati yang terdalam, ketakutan selalu mengikuti seiring dengan sakitku ini. Keistimewaan senyuman itu terkubur dan terjatuh meninggalkanku. Seluruh perasaan ini sepertinya telah menjadi sayatan keras dalam jiwa yang kecewa. Entah bagaimana hidupku nanti ketika semua ini terlewatkan dalam hari – hariku yang kelam tanpa dia. Apakah aku masih bisa menjadi remaja dewasa yang ceria dan penuh cinta lagi seperti remaja – remaja yang lain. Air mata ini menjadi saksi yang berat dari apa yang terjadi 1 jam yang lalu. Bayangan, kenangan, canda dan tawa sepertinya telah memusuhiku. Meninggalkan seluruh kebahagiaan dan menyisakan duka yang panjang. Aku merasa kesempurnaan itu hilang! Penyesalan memang hal yang tak ayal lagi untuk aku pada akhirnya nanti. Namun satu hal, aku tidak menyesal pernah mengenal dia dalam hidupku.
Kenyataannya mau tak mau, rela tak rela, semua ini harus aku terima. Keluarga bagiku adalah hal yang lebih penting. Biarlah semua kenangan itu aku simpan rapat dan hangat di bagian sisi jiwaku. Hingga tak akan ada seorangpun yang tau ini adalah kisahku, kisah terperih, kisah yang tersembunyi di balik setiap tawaku kemarin. Aku akan terus berusaha, memandang ke depan dan tidak selalu terpuruk dalam kesedihan masa lalu. Persaudaraan kita akan tetap aku jaga. Meskipun saat ini semuanya berbeda. Tapi akan menjadi sama dalam kerlipan setiap mata – mata dalam satu keluarga. Dengan adanya kalian disini. Memberiku sebuah cerita lain yang lebih penting. Dan aku percaya apa yang dikatakan orang tuaku dulu adalah benar adanya. Menjalin suatu hubungan percintaan di masa – masa remaja tak selamanya lurus. Kita harus bisa menentang kewajiban yang ada sebagai pelajar dengan keadaan hati kita. Entah itu suka maupun duka. Aku, dia, dan kenanganku adalah bagian dari perjalanan panjang hidup untuk mencari arti sebuah persaudaraan dan makna setiap langkah untuk mencari cinta sejati dengan menjadikan masa lalu itu sebagai pelajaran untuk meraih hal yang lebih baik di masa depan. Kita sepakat untuk selalu tersenyum dan memilih jalan masing – masing untuk mencari kebahagiaan yang lain.
Dan hujan itupun masih deras mengalir menutup kesakitan jiwa akan rintihan kerinduan yang semakin menggema. Namun hangatnya keluarga adalah sesuatu yang memang benar indah. Aku tak akan melupakan semua itu.
 Selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar