Kamis, 01 September 2011

Kado Senja


Dira masih merenung terdiam di sebuah sore kelabu. Indahnya senja yang memancarkan  cahaya kemerahan diufuk barat terabaikan. Dia masih terpukul atas kepergian kekasihnya, Edo, yang meninggal karena penyakit leukimia. Dia hanya bisa mengulang kata – kata terakhir Edo kepadanya.  “ Dira, aku akan datang di 18 tahunmu nanti. Dan aku tidak akan pergi sebelum itu”. Sesuatu yang selalu menjadi kebahagiaan dira tersendiri sekarang hanyalah sebagai rekaman perih yang selalu berputar dalam memori Dira. Andai saja Edo ada mungkin beberapa jam kedepan dia sudah merayakannya bersama orang yang selalu dia sayangi itu.  Segala hal pada senja itu mengantarkan Dira pada tidur panjang malam itu...
“ Happy Birthday Dira ... !!!!” Papa dan Mama Dira di 18 tahun pertamanya pagi itu.
“ Edo mana, Ma?” Hanya itu yang diucapkan Dira. Dan membuat suasana hening sejenak.
“ Dira... Mama tidak suka kamu masih memikirkan dia lagi. Lebih baik kamu bangun dan lekas mandi. Sore nanti teman – temanmu akan datang ke rumah” Tutur Ibu Dira yang memecakan keheningan pagi itu.
Dinginnya pagi itu membekukan ingatan Dira tentang Edo. Sebuah pesta kecil dari keluarganya hanya untuk meraih kembali senyum Dira sore itu. Namun tidak dipungkiri lagi Dira masih tergolek lemas memandangi bingkai foto Edo bersamanya dulu.
“ Mbak Dira bangun Mbak, ini lho ada kado buat Mbak.” Bibi Inah mengagetkan Dira yang langsung mengusap air matanya.
“ Dari siapa ini, Bi?”
“ Bibi juga tidak tau, Mbak. Tadi waktu Bibi bersihin teras depan sudah ada kado ini tergeletak.” Cerita Bibi Inah.
Dira lekas membuka kado itu seakan dia berharap bahwa Edo yang akan memberikan kejutan buat dia. Kado pertama ternyata dari Alfian, teman dekat Dira. Semenjak Edo pergi 5 bulan yang lalu, Alfianlah yang selalu menemani Dira saat dia bersedih dan terpuruk apabila teringat dengan Edo. Alfian yang selalu memberi semangat pada Dira agar dia mau sadar dengan dunianya yang sekarang. Sebuah kotak musik dan selembar kertas.
“ Selamat Ulang Tahun gadis cengeng .. Aku harap kotak musik ini tidak basah oleh air matamu. Dira, semangat ya! Aku kangen Dira yang dulu. Aku mau 18 tahunmu ini bisa menyadarkan kamu bahwa disekitar kamu banyak orang yang ingin kamu kembali tersenyum lagi. Termasuk aku. Simpan baik – baik ya kotak musiknya? Kalau baterainya habis kamu bisa bilang sama aku. Nanti aku ganti kok.”
Dirapun tersenyum kecil membaca surat dari Alfian.
Kado yang kedua sedikit membuat Dira bingung. Hanya ada sebuah handycame dan surat lagi. Saking penasarannya lagi dia segera membacanya.
“ Hey, Dira, selamat Ulang tahun, ya. Make a wish dulu ya nanti sebelum tiup lilinnya. Kamu tidak boleh sedih dan nangis. Mungkin aku memang sudah tidak bisa meraba angin bersamamu lagi. Namun aku tidak akan melupakan satu janjiku sama kamu. Aku tidak akan pergi kemana – mana. Aku selalu ada disisimu. Dalam diri Alfian. Dira, kamu ingat kan, senja itu tidak akan pernah rapuh walau mendung menutup semua cahayanya. Namun ia akan tetap tersenyum dan aku mau kamu begitu tersenyum bagai senja kita. Selamat tinggal.”
Tangis Dira kini semakin terpecah dalam tiap tetes embun pagi ini. Darimana Edo bisa menyampaikan kado ini. Dira bingung. Dira semakin tak menemukan bahagianya lagi. Lalu dia teringat Alfian yang sengaja memberikan kado bersamaan dengan kado pemberian Edo. Dia berlari keluar kamar dengan terisak perih tergambar di wajahnya. Dia ingin menemui Alfian. Namun ketika sampai di depan rumah, sosok lelaki berdiri tegap menunggu di depan pintu.
“ Alfian! Tolong jelaskan sama aku apa maksudnya semua ini!” pinta Dira masih dengan air mata tadi. Dia membawa handycame dan secarik kertas dari Edo. Alfian menatap wajah dira yang sudah merah lebam oleh tangisnya.
“ Dira, maafkan aku yang harus menyembunyikan semua ini dari kamu. Sebenarnya Edo adalah saudaraku. Dia membuat semua itu sebelum dia pergi. Satu permintaan Edo yang tidak pernah aku mengerti ketika dia memintaku untuk menggantikannya menjaga kamu, Dir”
“ Tapi mengapa Edo memilih kamu, Al?” tanya Dira
“ Bukan. Edo bukan memilih, karena pasti ada yang lain selain aku jika dia memilih. Sebenarnya aku sudah sayang sama kamu jauh sebelum Edo yang memilikimu. Aku memang sengaja mengalah walau sakit rasanya. Entah darimana Edo bisa tau perasaanku sama kamu ini. Tapi, aku tidak akan memaksamu untuk memenuhi permintaan Edo itu, Dir.” Jelas Alfi pada Dira.
“ Alfian.” Dira memeluk Alfi dan masih terhanyut dalam tangis panjangnya sore itu. “ Alfi, aku tidak mau kehilangan senjaku untuk kedua kalinya. Aku mau membuat Edo tenang dan bahagia dengan hidup bersamamu.”
Sejenak mereka terhanyut dalam perasaan masing – masing tanpa disadari bahwa semua teman – teman Dira dan keluarganya siap untuk merayakan ulang tahunnya. Dira tersenyum bahagia dengan kesempurnaan yang ia miliki sekarang. Senja yang datang sore itu semakin membuat Dira percaya, Edo pasti tersenyum disana.
“ Kado yang paling istimewa yang pernah aku dapat selama ini adalah kalian semua. Ayah, Mama, dan teman – teman semua yang telah mempengaruhiku selama ini untuk membuat lesung pipiku kembali ada dengan senyumanku. Dan Alfian, terimaksih untuk kado senjamu.” Ucap Dira di Ulang Tahunnya ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar